Hukum Perjanjian Franchise di Indonesia

Hukum Perjanjian Franchise di Indonesia


Memiliki bisnis sendiri dengan merek terkenal tentu menjadi impian banyak pengusaha. Salah satu cara untuk mewujudkannya adalah melalui sistem waralaba atau franchise. Namun, sebelum terjun ke bisnis franchise, penting untuk memahami secara mendalam mengenai hukum perjanjian franchise di Indonesia. Dengan pemahaman yang baik, Sobat dapat menghindari berbagai masalah hukum yang mungkin timbul di kemudian hari.

Baca juga: Perlindungan Investor dalam Hukum Bisnis

Pengertian perjanjian franchise

Pengertian perjanjian franchise
Pengertian perjanjian franchise (Sumber: Shutterstock)

Dalam hukum di Indonesia, franchise disebut dengan waralaba. Merujuk pada Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2024 tentang Waralaba (“PP No. 35 Tahun 2024”), waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam rangka memasarkan barang dan atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.

Secara sederhana, perjanjian franchise adalah kesepakatan tertulis antara dua pihak, yaitu pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee). Dalam perjanjian ini, franchisor memberikan hak kepada franchisee untuk menggunakan merek dagang, sistem bisnis, dan pengetahuan teknis yang dimilikinya dalam menjalankan usaha. Sebagai imbalannya, franchisee biasanya membayar sejumlah biaya awal (franchise fee) dan royalti kepada franchisor.

Baca juga: Perjanjian Pembiayaan dalam Hukum Bisnis

Landasan hukum perjanjian franchise di Indonesia

Di Indonesia, hukum perjanjian franchise diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, di antaranya:

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Peraturan ini merupakan landasan utama dalam mengatur penyelenggaraan waralaba di Indonesia.
  2. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Peraturan ini merupakan aturan turunan dari PP Nomor 42 Tahun 2007 yang mengatur lebih detail mengenai tata cara penyelenggaraan waralaba.

Baca juga: Ketentuan Hukum tentang Penawaran Umum Perdana (IPO)

Hak dan kewajiban franchisor dan franchisee

Hak dan kewajiban franchisor dan franchiseeHak dan kewajiban franchisor dan franchisee
Hak dan kewajiban franchisor dan franchisee (Sumber: Shutterstock)

Franchisor (pemberi waralaba)

  1. Hak franchisor:
  • Menggunakan merek dagang. Franchisor memiliki hak eksklusif untuk menggunakan merek dagang, logo, dan simbol-simbol lainnya yang terkait dengan bisnisnya.
  • Menerima royalti. Franchisor berhak menerima pembayaran royalti dari franchisee secara berkala.
  • Melakukan pengawasan. Franchisor berhak melakukan pengawasan terhadap kegiatan bisnis franchisee untuk memastikan bahwa semuanya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
  • Memperoleh laporan. Franchisor berhak menerima laporan berkala dari franchisee mengenai kinerja bisnisnya.
  • Membatasi aktivitas bisnis franchisee. Franchisor berhak membatasi jenis produk atau layanan yang dapat dijual oleh franchisee.
  1. Kewajiban franchisor:
  • Memberikan pelatihan. Franchisor wajib memberikan pelatihan kepada franchisee mengenai cara mengoperasikan bisnis, termasuk pelatihan produk, pemasaran, dan manajemen.
  • Memberikan dukungan terus-menerus. Franchisor harus memberikan dukungan kepada franchisee dalam hal operasional, pemasaran, dan pengembangan bisnis.
  • Menjaga kualitas produk dan layanan. Franchisor bertanggung jawab untuk menjaga kualitas produk dan layanan yang ditawarkan oleh seluruh jaringan waralabanya.
  • Melindungi kekayaan intelektual. Franchisor wajib melindungi hak kekayaan intelektualnya, seperti merek dagang dan rahasia dagang.

Baca juga: Pentingnya Due Diligence dalam Bisnis: Menghindari Risiko

Franchisee (penerima waralaba)

  1. Hak franchisee:
  • Menggunakan merek dagang. Franchisee berhak menggunakan merek dagang, logo, dan simbol-simbol lainnya yang dimiliki oleh franchisor untuk menjalankan bisnisnya.
  • Mendapatkan pelatihan dan dukungan. Franchisee berhak mendapatkan pelatihan dan dukungan dari franchisor untuk menjalankan bisnisnya.
  • Mendapatkan manfaat dari sistem yang sudah ada. Franchisee dapat memanfaatkan sistem bisnis yang sudah dibangun oleh franchisor, seperti sistem pemasaran, manajemen, dan rantai pasok.
  1. Kewajiban franchisee:
  • Membayar biaya waralaba. Franchisee wajib membayar biaya waralaba kepada franchisor.
  • Mematuhi standar yang ditetapkan. Franchisee wajib mematuhi semua standar operasional yang ditetapkan oleh franchisor.
  • Membeli produk atau bahan baku dari franchisor. Franchisee sering kali diwajibkan untuk membeli produk atau bahan baku tertentu dari franchisor.
  • Melindungi rahasia dagang. Franchisee wajib menjaga kerahasiaan informasi bisnis yang diberikan oleh franchisor.
  • Memberikan laporan. Franchisee wajib memberikan laporan berkala kepada franchisor mengenai kinerja bisnisnya.

Baca juga: Perjanjian Aliansi Strategis dalam Bisnis

Syarat-syarat perjanjian franchise yang sah

Agar sebuah perjanjian franchise dianggap sah secara hukum, maka harus memenuhi syarat-syarat umum sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:

  1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri.
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
  3. Suatu hal tertentu.
  4. Suatu sebab yang halal.

Baca juga: Cara Melindungi Rahasia Dagang dalam Bisnis

Potensi sengketa dalam perjanjian franchise

Meskipun perjanjian franchise dibuat dengan tujuan untuk menjalin kerjasama yang saling menguntungkan, namun potensi sengketa tetap dapat terjadi. Beberapa contoh sengketa yang sering terjadi antara lain:

  1. Pelanggaran terhadap perjanjian. Salah satu pihak melanggar ketentuan yang tercantum dalam perjanjian.
  2. Persaingan tidak sehat. Franchisee melakukan tindakan yang merugikan franchisor, seperti membuka usaha yang bersaing.
  3. Pemutusan hubungan usaha. Salah satu pihak memutuskan untuk mengakhiri hubungan usaha sebelum jangka waktu perjanjian berakhir.

Baca juga: Sanksi Pelanggaran Hukum Persaingan Usaha

Tips membuat perjanjian franchise yang kuat

Tips membuat perjanjian franchise yang kuatTips membuat perjanjian franchise yang kuat
Tips membuat perjanjian franchise yang kuat (Sumber: Shutterstock)

Setelah memahami hukum perjanjian franchise, penting diketahui bahwa untuk menghindari terjadinya sengketa, berikut beberapa tips dalam membuat perjanjian franchise yang kuat:

  1. Libatkan ahli hukum. Konsultasikan dengan ahli hukum untuk memastikan bahwa perjanjian yang dibuat sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Jelaskan semua hal secara rinci. Semua hak dan kewajiban kedua belah pihak harus dijelaskan secara rinci dan jelas dalam perjanjian.
  3. Siapkan klausul penyelesaian sengketa. Masukkan klausul yang mengatur cara penyelesaian sengketa jika terjadi perselisihan antara kedua belah pihak.

Baca juga: Pembubaran Perusahaan dalam Hukum Bisnis

Perqara telah melayani lebih dari 11.500 konsultasi hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Bisnis, Perqara telah menangani puluhan kasus setiap bulannya. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi hukum gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum atau pertanyaan lebih lanjut terkait hukum perjanjian franchise, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Perjanjian Pengalihan Saham dalam Hukum Bisnis

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar hukum

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2024 tentang Waralaba;
  2. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba.

Referensi

  1. Ery Agus Priyono. “Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak dalam Pembuatan Perjanjian Franchise Es Teler 77 (Suatu Pendekatan Normatif)”. Jurnal Masalah-Masalah Hukum. Issue No. 2. Vol.44. (April 2015). Hlm. 123 -129.





Home Appliance

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *