Persetujuan Adopsi Anak: Proses dan Implikasi Hukumnya

Persetujuan Adopsi Anak: Proses dan Implikasi Hukumnya


Proses hukum adopsi anak cukup kompleks dan melibatkan banyak pihak, serta perlu pemahaman yang mendalam tentang peraturan yang berlaku. Salah satu aspek krusial dalam proses adopsi adalah persetujuan adopsi anak. Artikel ini akan membahas secara rinci mengenai persetujuan adopsi anak, termasuk pihak-pihak yang terlibat, proses dan tahapan, serta implikasi hukumnya.

Baca juga: Ingin Adopsi Anak? Simak Syarat, Cara, dan Biayanya!

Pihak-pihak yang terlibat dalam persetujuan adopsi

Persetujuan adopsi melibatkan beberapa pihak, antara lain:

  1. Orang tua kandung. Persetujuan dari kedua orang tua kandung (atau salah satu jika orang tua lainnya tidak diketahui atau tidak memiliki hak asuh) adalah syarat mutlak dalam proses adopsi.
  2. Anak yang akan diadopsi. Jika anak yang akan diadopsi telah cukup umur untuk memberikan pendapatnya, maka pendapat anak tersebut juga harus dipertimbangkan.
  3. Calon orang tua angkat: Calon orang tua angkat juga harus memberikan persetujuan untuk mengadopsi anak tersebut.
  4. Instansi terkait. Beberapa instansi, seperti Kantor Kementerian Sosial atau lembaga pengasuhan anak yang terlibat dalam proses persetujuan adopsi.

Baca juga: Status Hukum Anak Angkat dalam Keluarga

Proses dan tahapan persetujuan adopsi

Proses dan tahapan persetujuan adopsi
Proses dan tahapan persetujuan adopsi (Sumber: Shutterstock)

Proses dan tahapan persetujuan adopsi anak diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak (“PP No. 54 Tahun 2007”). Proses pengangkatan anak harus melalui pengadilan dan melibatkan beberapa tahapan, antara lain:

  1. Pengajuan permohonan adopsi oleh Calon Orang Tua Angkat (COTA) kepada Kementerian Sosial melalui yayasan atau organisasi sosial yang telah ditetapkan oleh Kementerian Sosial di wilayah setempat.
  2. Lalu, akan dilakukan verifikasi berupa wawancara kepada COTA oleh organisasi sosial terkait syarat-syarat adopsi kepada CAA (Calon Anak Angkat).
  3. Organisasi sosial melakukan seleksi dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam proses adopsi.
  4. Jika persyaratan dinyatakan lengkap, petugas sosial melakukan kunjungan ke rumah COTA dengan bantuan organisasi/yayasan sosial setempat.
  5. Kelengkapan berkas permohonan adopsi diserahkan kepada kantor wilayah Kementerian Sosial di wilayah setempat.
  6. Kantor Kementerian Sosial mengeluarkan surat izin pengasuhan keluarga kepada COTA selama 6 bulan.
  7. Kantor Kementerian Sosial melakukan penelitian bersama PIPA untuk menelaah berkas permohonan adopsi sebagai dasar pemberian izin.
  8. Kantor Kementerian Sosial mengambil sikap terhadap permohonan adopsi, memberikan surat izin, atau menolak permohonan dengan memberitahu organisasi sosial/yayasan.
  9. Apabila disetujui, salinan surat izin diserahkan kepada Pengadilan Negeri (PN) untuk dikukuhkan oleh hakim.
  10. Salinan penetapan PN ditembuskan kepada Kementerian Sosial pusat dan wilayah setempat.

Baca juga: Perbedaan Hak Waris antara Anak Kandung dan Anak Angkat dalam Hukum Indonesia

Implikasi hukum dari persetujuan adopsi anak

Implikasi hukum dari persetujuan adopsi anakImplikasi hukum dari persetujuan adopsi anak
Implikasi hukum dari persetujuan adopsi (Sumber: Shutterstock)

Persetujuan adopsi anak memiliki implikasi hukum, antara lain:

  1. Perubahan status hukum anak. Setelah adopsi disahkan, status hukum anak berubah menjadi anak angkat dari orang tua angkat.
  2. Hak dan kewajiban: Orang tua angkat memiliki hak dan kewajiban yang sama terhadap anak angkat seperti terhadap anak kandung.
  3. Hubungan hukum dengan keluarga kandung. Hubungan hukum antara anak angkat dengan keluarga kandungnya (kecuali hubungan darah) putus setelah adopsi disahkan.
  4. Warisan. Anak angkat memiliki hak waris yang sama dengan anak kandung dari orang tua angkat.

Dengan memahami aspek-aspek persetujuan adopsi anak, diharapkan masyarakat dapat lebih menghargai dan memahami proses hukum adopsi anak serta pentingnya persetujuan dalam menjaga kepentingan semua pihak yang terlibat.

Baca juga: Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Pendidikan Anak

Perqara telah melayani lebih dari 27.700 konsultasi hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Perkawinan dan Perceraian, Perqara telah menangani lebih dari 5.500 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi hukum online di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Apakah Hak Perwalian dan Hak Asuh Berbeda? Berikut Penjelasannya

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar hukum

  1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
  3. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1979.





Home Appliance

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *